Tanaman kakao
(Theobroma cacao L) merupakan tanaman perkebunan berumur panjang, mulai
berproduksi 3 – 4 tahun setelah tanam, tergantung dari bahan tanaman
unggul yang digunakan dan agro-ekosistem pengembangannya. Potensi
produksi tanaman kakao unggul seperti ICCRI 01 dan 02, KW 30, 48 dan 162
dapat mencapai 2.160 – 3.200 kg/ha/th dengan berat per biji kering
berkisar antara 1,10 – 1,36 g/biji. Berdasarkan data yang ada, luas
areal perkebunan kakao di Indonesia pada tahun 2005 telah mencapai
992.448 ha dengan total produksi 652.396 ton dengan produksi berkisar
antara 839 – 992 kg/ha/tahun, masih jauh dibawah dari potensi produksi
yang sebenarnya. Dari luasan tersebut seluas 887.735 ha (89,45%)
diusahakan oleh Perkebunan Rakyat, 49.976 ha (5,04%) oleh Perkebunan
Besar Negara dan seluas 54.737 ha (5,51%) oleh Perkebunan Besar Swasta.
Kejayaan perkebunan kakao terutama perkebunan rakyat dirasakan pada
kurun waktu tahun 1998 – 2003 terutama disentra-sentra perkebunan kakao
seperti di Propinsi Sulawesi tenggara dan Sulawesi Selatan. Pada kurun
waktu tersebut produktivitas tanaman di perkebunan rakyat dapat mencapai
1.200 kg/ha/th, sebaliknya pada tahun 2011 ini produktivitas tanamannya
sangat rendah, yaitu berkisar antara 120 – 240 kg/ha/th. Hal ini
disebabkan karena : tanaman kakao telah berumur tua > 20 th dengan
kondisi tanaman meranggas (tanpa naungan) dan dengan naungan tanaman
kelapa tetapi tidak terpelihara dengan baik (gambar 1), minimnya
aplikasi budidaya tanaman seperti pengendalian gulma, pemupukan,
pemangkasan, lambat panen dan adanya serangan hama dan penyakit, seperti
: VSD (vascular Streak Dieback) yang disebabkan oleh Oncobasidium
theobromae, Busuk Buah (BB) yang disebabkan oleh Phytopthora palmivora,
Kanker batang (Phytopthora palmivora), Antraknose (Colletotricum
gloeosporioides), Jamur upas (Corticium salmonicolor), jamur akar serta
Penggerek Buah Kakao (PBK) menambah semakin turunnya produksi kakao.
Tanaman Kakao tua tidak produktif tanpa naungan (a) dengan naungan (b)
Gerakan Nasional
(Gernas) Kakao merupakan program pemerintah dalam upaya peningkatan
produktivitas tanaman di sentra-sentra perkebunan kakao. Salah satu
program yang sedang berjalan adalah aplikasi teknik sambung samping pada
tanaman kakao tua. Hasil pengamatan dilapangan di Kabupaten Konawe,
Konawe Selatan dan Kolaka, Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa
keberhasilan sambung samping oleh petani sekitar 60%. Sambung samping
ini menggunakan batang atas (entres) kakao unggul lokal yang telah
terpilih dan berasal dari tanaman yang sehat, yaitu Sulawesi-1 dan
Sulawesi-2. Entres diambil dari cabang produktif dengan diameter cabang
10 – 15 mm dengan panjang
sekitar 15 cm. Pangkal
cabang entres disayat miring, lalu disambungkan dengan batang kakao tua
yang telah ditakok terlebih dulu sebesar cabang entres pada ketinggian
30 cm dari tanah, sehingga terjadi pertemuan antara kambium entres dan
kambium kakao tua. Setelah penyambungan selesai sesuai dengan syarat
teknis, segera dilakukan penutupan dengan plastik dan diikat dengan tali
rafia atau karet dan diusahakan jangan sampai bergeser. Untuk
mengurangi terjadinya penguapan cabang entres harus dikerodong dengan
plastik kemudian diikat
Sambung samping dengan pengikat rafia (a) dan pengikat dari karet (b)
Berdasarkan
jumlah entres yang digunakan terdapat tiga model dalam sambung samping
ini, yaitu : (1) model sambung samping tunggal, yang menggunakan satu
batang entres dalam satu pohon kakao tua, (2) sambung samping double,
yang menggunakan dua entres dalam satu pohon kakao tua dan (3) sambung
samping triple, menggunakan tiga entres dalam satu pohon kakao tua
Sambung Samping tunggal (a), double (b) dan triple (c)
Tata letak sambung
samping double dan triple dilakukan saling berhadapan/bersilang dalam
satu batang kakao tua. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur pertumbuhan
batang utama dan cabang entres tidak saling bertemu. Tujuan lain dari
metoda double dan triple ini adalah untuk mengurangi resiko kegagalan
dari penyambungan yang dilakukan. Ketidak berhasilan sambung samping ini
antara lain disebabkan karena tidak tepatnya sambungan kambium entres
dengan kambium kakao tua, terjadinya pergeseran entres pada saat
pengikatan, kurang kencangnya pengikatan entres dengan batang kakao tua
sehingga plastik penutup terlepas, adanya serangan jamur terutama jika
penyambungan dilakukan pada saat musim penghujan serta cabang entres
yang terlalu besar atau telah kelewat umur.
Daun muda entres (a) pemotongan batang kakao tua (b) buah kakao
Apabila penyambungan
dilakukan dengan baik, kurang lebih selama dua minggu setelah
penyambungan daun entres akan tumbuh dan satu bulan berikutnya ikatan
penyambungan dapat dilepas. Pemeliharaan yang perlu dilakukan selama
penyambungan ini adalah membuang cabang-cabang baru yang tumbuh dibawah
tempat penyambungan dan mengontrol keluarnya daun baru dari entres.
Apabila daun baru dari entres ini telah tumbuh, plastik pembungkus
entres harus segera dilepas agar daun tidak menjadi kering. Setelah
hasil sambung samping tumbuh besar baru dilakukan pemotongan batang
kakao tua kurang lebih 10 cm diatas bidang penyambungan. Hasil
pengamatan dilapang menunjukkan sambung samping ini pada umur tiga tahun
telah dapat meningkatkan hasil 5 kali lipat dibanding tanaman kakao tua
(Gambar 4). Keadaan ini telah membangkitkan semangat dan gairah petani
untuk melakukan peremajaan dengan teknik sambung samping.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar